“Gua nggak nyangka hari itu bakal jadi pengalaman paling random dan panas…” “Waktu itu gua lagi di salah satu mall di Jakarta Utara. Lagi di toilet, tiba-tiba ada cowok masuk. Badannya lumayan gede, mukanya kayak tipikal abang-abang Jakarta. Dia berdiri di sebelah gua, terus tiba-tiba… dia sengaja buka resleting pelan-pelan. Gua sempet bengong. Tapi mataku nggak sengaja ngelirik… dan gua kaget. Ukurannya… gede banget. Dia senyum dikit kayak ngajak main. Akhirnya tanpa banyak kata, kita pindah ke bilik. Suasana sempit, deg-degan, tapi panas. Ada suara napas berat dan sedikit bisikan nakal. Dan… ya, gua nggak bisa ceritain detailnya di sini, tapi yang pasti kita keluar dari situ dengan dada sesak, senyum puas, dan rasa nggak percaya barusan ngelakuin itu.” “Kadang pengalaman paling gila justru datang dari tempat dan orang yang nggak kita duga. Random, panas, nggak terlupakan.”
Gue swipe kanan di aplikasi, nggak banyak ekspektasi. Sampai akhirnya match sama dia—cowok Ambon dengan tubuh atletis, kulit gelap yang terlihat makin eksotis di profilnya. Chat kami singkat, langsung to the point. Dia bilang: ‘Mau ketemu? Kosan gue deket sini.’ Dan entah kenapa, gue nggak mikir panjang.
BalasHapusSesampainya di kosannya, dia buka pintu hanya dengan celana pendek longgar. Bau tubuh maskulin dan parfum murah campur jadi satu. Mata gue nggak sengaja turun—ke sesuatu yang menggantung samar di balik celana. Gede. Hitam. Gerak sedikit tiap dia jalan. Adrenalin gue langsung naik, jantung gue berdetak kayak mau copot.
Dia senyum tipis, narik tangan gue masuk kamar. Pintu dikunci. Sunyi. Nafas gue makin berat waktu dia duduk di kasur, buka celana tanpa bicara. Di depan gue, dia sekarang telanjang dari pinggang ke bawah. Pisangnya panjang, hitam legam, dengan pembuluh darah yang terlihat jelas. Gue nggak pernah lihat yang seperti ini. Ada rasa takut, ada rasa tertarik yang nggak bisa gue jelaskan.
Tangan gue gemetar waktu menyentuhnya pertama kali—hangat, berat, dan aromanya campur aduk antara sabun dan keringat. Gue maju pelan, sampai akhirnya bibir gue menyentuhnya. Lidah gue berani main sebentar. Suara napas dia makin berat. Tangan besar dia menekan lembut kepala gue. Gue pasrah. Dunia luar hilang, hanya ada bunyi basah dan detak jantung gue yang menggila.
Beberapa menit kemudian, dia menarik napas panjang, melepaskan genggamannya. Gue bangun, bibir gue basah, mata gue sendiri terasa asing saat liat pantulan di cermin kamar kos itu. Gue nggak tau ini dosa atau nikmat. Yang gue tau, gue pengen lagi.”